Inilah Akar Korupsi Anggota Dewan perwakilan rakyat




JAKARTA, JUMAT - Bertambah panjangnya daftar anggota DPR yang ditangkap KPK dengan dugaan suap dan penyimpangan dana memberikan tamparan serius bagi lembaga wakil rakyat itu. Hal ini juga memunculkan tanda tanya, celah apa yang dimiliki anggota Dewan sehingga bisa bermain-main dengan posisinya yang selalu dikatakan terhormat itu.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfud Sidik mengatakan, solusi atas persoalan ini tidak sederhana. Harus membongkar akar masalahnya, di hulu dan hilirnya. Seperti apa?

Dalam diskusi di Press Room Gedung DPR, Jumat (4/7), Mahfud membeberkan 4 akar yang memungkinkan tumbuh suburnya praktik korupsi di DPR. Pertama, berawal dari proses rekruitmen kader yang dilakukan partai politik.

"Saya melihat di salah satu televisi swasta ada seorang anggota DPR yang secara terbuka membeberkan fakta bahwa pada pemilu tahun 2004 dia mengeluarkan dana Rp 2 miliar untuk menjadi anggota DPR. Untuk tahun 2009, dia menyiapkan Rp 4 miliar untuk dana kampanye. Jadi, memang banyak pos-pos yang harus dilalui. High cost procedure ini menjadi pintu awal praktik korupsi," kata Mahfud.

Hal kedua yang disebutkan Mahfud, persoalan pendanaan partai politik. Tidak diperbolehkannya parpol membangun unit usaha menyebabkan parpol mengandalkan sumbangan anggota dan pihak lainnya untuk membiayai partai. Padahal, menurut dia, pembiayaan parpol bukanlah sedikit.

Ketiga, kuatnya kewenangan DPR di bidang budgeting. Kewenangan yang kuat ini membuka peluang korupsi dan kolusi. "Dan terakhir, mekanisme kontrol. Sehebat-hebatnya Badan Kehormatan (BK) DPR, dia enggak akan tega 'makan' teman sendiri," kata Mahfud.

Anggota DPR lainnya, Eva Sundari, berpendapat, persoalan krusial anggota Dewan adalah beragamnya pemahaman soal etika. Pada tataran intelektual dan wawasan tak ada masalah. Namun, ketika masuk dalam tataran etika secara operasional muncul pendapat yang berbeda-beda. "Pemahaman tentang ethic yang kurang. Kalau etikanya dioperasionalisasikan, nah kacau itu. Misalnya, menerima hadiah boleh apa enggak. Itu pendapatnya beda-beda, ada yang bilang boleh, ada yang bilang tidak. Macam-macam pendapatnya, kemudian main angka. Kalau 500 juta tidak boleh, di bawah itu boleh. Kacau kalau sudah bicara di tingkatan operasionalisasi etika," ujar Eva.

Oleh karena itu, menurut dia, perlunya dikuatkan fungsi Badan Kehormatan (BK) DPR untuk membenahi perilaku anggota Dewan.

ING

Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/04/16081144/inilah.akar.korupsi.anggota.dewan

No comments: