JIKA SETAN ADA, MAKA TUHAN PUN PASTI ADA
Saya lahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara dalam keluarga Tionghoa non-Kristen di Medan, Sumatera Utara. Selama 12 tahun saya bersekolah di Sekolah Kristen Methodis dari SD sampai SMA. Sekalipun belajar agama Kristen, saya tetap tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Saya hanya percaya bahwa Yesus hanya manusia biasa yang tercatat dalam sejarah. Namun Tuhan memakai hal yang lucu untuk menarik perhatian saya. Rumah kami di Medan kebetulan lokasinya dekat dengan kuburan, sehingga kami sering mendengar suara anjing-anjing kami yang melolong di tengah malam. Orang-orang berkata bahwa mata anjing bisa melihat roh halus yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Di situlah saya sadar bahwa setan itu ada dan nyata, apalagi suatu hari pembantu kami pun kerasukan roh jahat. Saya mulai berpikir bahwa kalau setan ada, maka Tuhan pun pasti ada.
Tetapi, Tuhan yang mana? Setiap agama menyatakan bahwa tuhannya paling benar. Waktu itu, daripada bingung memilih Tuhan yang mana, maka saya memutuskan untuk hidup berbuat baik, karena pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk berbuat baik. Suatu hari, teman sepupu saya yang masih SMP meninggal karena kecelakaan motor. Hal itu mulai membuat saya merasa was-was: jikalau saya mati, saya akan pergi ke mana? Lalu, kakek saya juga meninggal, sehingga pertanyaan itu muncul lagi. Perasaan takut mulai menggerogoti hidup saya: ke mana perginya saya setelah meninggal? Saya tidak punya kepastian. Namun ketakutan ini saya simpan dan tutupi dengan cara rajin belajar dan menjadi orang 'baik'.
TUHAN MULAI MENARIK PERHATIAN SAYA
Awal 1984, saya pergi ke Jakarta untuk mengurus VISA kuliah ke Australia. Saat itu pihak kedutaan sudah tidak lagi mengeluarkan VISA, karena kuota penerima VISA bagi pelajar Indonesia sudah mencapai batas. Mendengar kabar itu, saya sedih sekali. Karena itu, saya memberanikan diri menulis surat kepada Kedutaan Australia di Jakarta. Saya menerangkan bahwa saya bermimpi untuk melanjutkan pendidikan ke Australia dan mempersiapkan diri dengan serius untuk ke sana dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris yang dikelola oleh Australia di Jakarta. Tetapi saya sungguh kecewa karena VISA saya ditolak. Beberapa hari kemudian, saya dipanggil, diwawancara, sekaligus diberi VISA. Itulah keajaiban. Tetapi saya berpikir bahwa itu adalah sekedar kebetulan dan bukan karena Tuhan.
Tiba di Sydney sekitar bulan Maret 1984, saya mempersiapkan diri masuk ke universitas dengan mengambil matriculation course di Sydney College. Pada masa itulah saudara sepupu saya Wanto ( sekarang pemimpin jemaat Abbalove Ekklesia) bertobat dan percaya pada Yesus. Ia mulai bersaksi dan bercerita tentang ibadah di gerejanya, di mana ada orang yang berbahasa Roh. Hal ini menarik saya karena saya orang yang logis sekaligus senang yang namanya mujizat. Tetapi sebenarnya saya anti orang Kristen sebab saya mempunyai image yang jelek tentang orang Kristen. Pernah saya tanya teman SMA saya, "Mengapa ke gereja?" Teman saya menjawab, "Mau cuci mata." Artinya, mencari wanita cantik di gereja. Mereka juga sering menyontek dari saya ketika ulangan. Jadi saya merasa mereka tidak lebih baik daripada saya. Saya juga pernah sakit hati dengan wali kelas saya yang pernah menampar saya di depan kelas.
Selain itu, saya juga agak sombong untuk menginjakkan kaki saya ke tempat yang namanya gereja. Tetapi Wanto terus-menerus bersaksi dan juga bercerita tentang ada orang yang bisa bernubuat. Itu yang menarik perhatian saya. Apalagi ia menceritakan betapa indahnya fellowship sesudah ibadah minggu, di mana orang-orang dapat minum teh/kopi dan makan snack bersama-sama. Akhirnya saya pun mengikuti dia ke gereja. Waktu itu kalau tidak salah sekitar Agustus 1984. Di sana saya merasa asing dan agak sulit mengikuti lagu-lagu yang dinyanyikan. Lalu ada orang berbahasa Roh. Saya coba perhatikan suaranya: apakah ini hafalan atau ......? Namun ketika jemaat menyembah, saya merasa merinding karena ada sesuatu yang lain, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Tuhan bisa terasa kehadirannya. Kemudian saya mendengar seseorang bernubuat. Saya sudah lupa isinya, tapi ada suatu kata-kata yang saya tidak lupa, "Aku Tuhanmu hadir di tempat ini, dan Aku mengasihi engkau." Di situlah hati saya terbuka. Tanpa dipimpin oleh siapapun, saya berdoa, "Tuhan, ampunilah dosa saya. Saya orang berdosa. Sekarang saya percaya Engkau sebagai Tuhan dan Juru Selamat saya." Saya mengalami kebenaran dalam 1 Korintus 14:24-25, "Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua; segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: 'Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu.'"
Setelah berdoa, saya merasa bahwa semua dosa saya yang berton-ton itu telah diangkat Tuhan. Ia menyucikan hati saya saat itu. Hidup saya berubah dan saya tidak takut mati lagi. Ada sukacita yang begitu besar di hati saya karena menemukan Tuhan. Sebelum kenal Tuhan, saya menyimpan ketidaksukaan terhadap orang-orang Batak. Tetapi Tuhan mengubah semuanya sehingga saya mengasihi mereka. Tuhan mengubah saya, orang yang egois, menjadi orang yang memberi dan mau melayani. Hal ini membuat dua teman SMA saya yang sekarang berjemaat di Abbalove Pluit merasa kaget, karena mereka tahu bahwa saya dahulu anti orang Kristen, namun sekarang malah menjadi pelayan Tuhan.
TUHAN BEKERJA LEWAT DOA & FIRMANNYA
Setelah percaya Yesus, beberapa bulan kemudian saya menerima surat dari Taiwan, yang dikirim oleh teman SMA saya yang bernama Ester. Ternyata ia sudah mendoakan saya selama 2 tahun agar saya percaya kepada Yesus. Kejadian ini mengingatkan saya pada ayat di dalam Yohanes 6:65, "Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya..." Ternyata saya sudah dipilih oleh Tuhan sejak semula. Dan lewat doa teman SMA saya ini, Tuhan mempersiapkan hati saya menjadi tanah yang subur. Karena, sebenarnya kejadian saya bersekolah di Sekolah Kristen Methodis selama 12 tahun itu bukanlah suatu kebetulan. Sekalipun waktu itu saya menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, FirmanNya yang saya dapatkan di dalam pelajaran agama Kristen di sekolah menjadi suatu benih dalam hati saya. Benih ini kemudian bertumbuh pada waktunya. Jadi saya percaya Firman Tuhan yang keluar tidak akan kembali dengan sia-sia (Yesaya 55:11).
TUNTUNAN TUHAN SELANJUTNYA
Setelah menerima Yesus, saya selalu rindu untuk menghadiri acara Bible Study pada setiap Jumat malam di gereja. Ada kehausan untuk mengenal Yesus melalui Firman. Memang hidup saya benar-benar berubah. Tiap hari Jumat, saya menghadiri Bible Study dan menyanyi. Lagu kesukaan saya adalah Seek Ye First The Kingdom of God (Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."). Tanpa saya sadari, ayat ini menjadi prinsip hidup saya sampai hari ini. Kalau hari ini saya ada dan dipercayakan banyak hal, dan Tuhan memelihara serta mencukupkan hidup saya, hal ini membuktikan bahwa Tuhan menuntun hidup saya melalui kebenaran ayat ini. Prinsip tuntunan Tuhan berikutnya adalah karena saya terus setia untuk melakukan perkara kecil (Lukas 16:10, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.") Waktu itu saya tidak tahu banyak Firman, saya belum dewasa rohani, tetapi saya senantiasa menyediakan diri untuk melakukan hal-hal kecil, seperti bermain gitar (walau saya hanya bisa sedikit-sedikit), mengatur sound, membereskan bangku gereja, menyapu dan mengepel. Semua ini saya lakukan dengan sukacita. Saya setia untuk melakukan apa saja yang diminta untuk saya lakukan. Memang saya adalah jenis orang yang senang melakukan, tipe 'doer'. Tanpa sadar, kesetiaan saya pada perkara-perkara kecil membawa saya kepada perkara-perkara besar. Saya mulai dipercayakan untuk memimpin puji-pujian dan membagikan Firman Tuhan, sampai menjadi ketua kaum muda di sebuah gereja di Sydney. Inilah proses Tuhan sehingga saya bertumbuh.
KEMBALI KE JAKARTA
Setelah selesai kuliah pada tahun 1990 di New South Wales University jurusan Civil Engineering (Teknik Sipil), saya kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Abbalove Ministries (waktu itu masih disebut gereja Speed) karena saya mengenal penatua waktu mereka datang ke Sydney untuk melayani. Ada pelajaran yang sangat berharga yang saya dapatkan ketika saya hadir di ibadah di Speed Plaza. Selesai ibadah saya duduk di luar, tempat orang-orang berjualan makanan (sekarang samping luar kantin). Saya merasa sendirian, tidak memiliki teman dan hati saya kosong dan kering. Jika ketika di Sydney saya merasa bergairah dan bertumbuh, mengapa sekarang tidak? Saat itulah, Tuhan berbicara dalam hati saya, bahwa sebenarnya hidup saya dibangun di atas pasir, bukan di atas batu karang yang teguh (Matius 7:24-27).
Apakah pasir itu? Pasir dalam hidup saya adalah pelayanan saya di Sydney. Saya hany abanyak berdoa dan menggali Firman Tuhan ketika saya mau pelayanan. Dan iman saya bertumbuh karena tanggung jawab pelayanan. Ketika pelayanan saya diambil, artinya saya tidak lagi aktif melayani di Jakarta, saya menjadi lemah. Sesungguhnya ada hal yang saya abaikan, yaitu persekutuan saya dengan Tuhan: disiplin bersaat teduh dan hati bagi jiwa-jiwa yang terhilang. Itulah batu karang saya yang saya lalaikan. Pengalaman kesendirian dan tidak dikenal oleh banyak orang di Speed mendatangkan kebaikan buat saya. Tuhan sedang membongkar pondasi lama dan menggantikannya dengan pondasi baru yang benar supaya saya bisa dipercayakan perkara-perkara besar.
MELEWATI PROSES BERSAMA TUHAN
Saya mengikuti proses dari awal lagi menjadi pekerja di Speed. Ini adalah ujian kerendahan hati saya. Saya mengikuti School of Workers / SOW (sekarang SPK). Saya diajak untuk bergabung dalam tim materi dengan menerjemahkan materi-materi SOW dari Ben Baluyot (dari Filipina). Suatu hari, saya ditanya oleh penatua, apakah saya bersedia menjadi Gembala Area / GA di Abbalove Jakarta Selatan (waktu itu di Bona Indah) bersama Bp. Agus Sugianto dan Bp. Hindra. Saya berpikir bahwa tugas ini sulit sekali, karena saya merasa tidak mempunyai karakteristik seorang gembala: peduli, senang berinteraksi dengan orang lain, ramah, dsb. Sebenarnya saya mau menolak. Tetapi Tuhan berbicara lewat peristiwa percakapan Yesus dengan Petrus di pantai (Yohanes 21:15-17). Tuhan Yesus bertanya pada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan Petrus pun menjawab bahwa ia mengasihi Tuhan. Lalu, Tuhan Yesus menyuruhnya untuk menggembalakan domba-dombaNya. Jadi, arti menggembalakan tidak berkaitan dengan temperamen tertentu, tetapi dari hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Petrus, seorang yg kasar, bicara blak2an, bukan tipe gembala, tetapi Tuhan menyuruhnya menggembalakan domba sebagai bukti bahwa ia mengasihi Tuhan. Hal ini meneguhkan saya untuk menjadi Gembala Area.
Ada sebuah statement yang menarik. Seorang hamba Tuhan berkata, "Orang-orang yang berhasil adalah mereka yang melakukan hal-hal yang tidak disukainya." Ketika saya lakukan hal-hal yang tidak saya sukai sebagai gembala, seperti tersenyum, beramah-tamah, peduli pada orang lain, hal-hal ini membuat saya bertumbuh. Hal yang menarik adalah saya bertumbuh karena melakukan hal-hal yang saya tidak sukai. Jadi benar yang diajarkan di ESC. Memang ada waktu untuk melakukan apa yang disukai, tapi juga ada waktu untuk melakukan yang tidak disukai. Kuncinya adalah ketaatan terhadap otoritas di atas kita. Otoritas adalah saluran pengurapan Tuhan atas hidup kita. Saya menundukkan diri kepada otoritas penatua saat itu, walau ada hal-hal yang tidak saya mengerti.
FROM "DOER" TO "MANAGER"
Selama proses menjadi GA, saya belajar melakukan fungsi manager: mengatur, membenahi, belajar untuk me-manage. Dalam proses ini saya gagal 2 kali dalam merintis komsel. Komsel yang saya rintis selama 2 tahun akhirnya tutup. Tetapi saya mau tetap setia untuk menjadi orang yang sipercayakan Tuhan. Sampai pada satu titik, saya melihat 40 orang dibaptis dalam Champion Gathering / CG, mereka dari sebuah keluarga besar suku Batak di daerah Kebagusan, Lenteng Agung. Itulah yang menghibur hati saya. Ternyata Tuhan melihat hati yang mau setia melewati proses kegagalan dan Ia akan menghibur orang tersebut dengan menjadikannya berhasil pada waktuNya. Bagi saya, yang penting "Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah gagal, tetapi orang yang tidak pernah berhenti mencoba", tentunya bersama dengan Tuhan.
FROM "MANAGER" TO "LEADER"
Ketika mengikuti Konferensi Gereja Sel di Wisma Kinasih pada tahun 1998, saya mengalami titik balik. Sejak kecil sampai waktu itu, asya merasa diri saya adalah seorang second man, lebih senang dipimpin daripada memimpin. Waktu itu seorang hamba Tuhan berkotbah tentang Matius 16:13-20, bahwa Petrus bisa tahu Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, karena pewahyuan dari Bapa di surga. Ketika altar call, saya maju meminta wahyu dari Tuhan tentang diri saya. Saya tanya Tuhan, "Siapakah saya sebenarnya?" Lalu di dalam hati saya muncul sebuah suara, "You are a leader." Dan itu adalah suara Tuhan yang mengubah hidup saya. Saya pun menyadari bahwa Tuhan mau saya bertumbuh dalam kepemimpinan.
Ada 2 orang yang menolong saya dalam proses ini. Yang pertama adalah istri saya, di mana ia senantiasa berkata, "Jika mau menjadi pemimpin, milikilah mental pemimpin, yaitu berani sulit, berani susah, berani ambil tanggung jawab lebih besar, dan berani ambil resiko." Orang yang kedua adalah penatua, di mana ia memanggil saya dan memberikan sebuah pertanyaan yang sangat menusuk hati saya, "Achang (ia memanggil saya Achang), apakah kamu sudah maksimal dalam hidup kamu? Jika mau maksimal, jangan sekedar melayani dengan sisa waktu yang ada, tetapi berilah dirimu sepenuh waktu untuk melayani di kantor gereja." Tahun 2002 saya dipercayakan memimpin Departemen Penggembalaan. Saya bersyukur ada di tengah-tengah kepemimpinan Abbalove, di mana saya belajar banyak hal dari rekan-rekan pemimpin yang ada, terutama cara mengatasi masalah, bagaimana menyelesaikan konflik, melihat ke depan dan memperhatikan kepentingan banyak orang.
Perjalanan panggilan Tuhan dalam hidup saya melewati proses tahap demi tahap. Dalam menjalani seluruh proses ini, harus ada iman untuk mempercayai pimpinan Tuhan. Bagi saya, tidak pernah ada rasa penyesalan sedikit pun karena menyerahkan hidup menjadi staf pengabdi dan bekerja sepenuh waktu di kantor gereja sampai hari ini. Hanya karena saya utamakan Yesus, lalu mentaati Firman Tuhan, lakukan apa yang Dia mau, maka saya melihat banyak hal yang tidak pernah saya mimpikan terjadi. Dari seorang anak sekolah yang menolak Yesus, sampai dia mendapatkan kasih karunia dan diselamatkan Tuhan, bersedia melakukan hal-hal kecil dan mengikut Yesus dengan segenap hati, lalu menjadi hambaNya sampai hari ini. Bagi Dialah segala kemuliaan.
(Sumarno Kosasih)
Posted by Penatua Abbalove Ministries: at 13:43 4 comments
Rabu, Juli 23, 2008
Perjalanan Panggilan Hidup
Saya ingin bercerita tentang kaitan panggilan kita hari ini dengan orang-orang yang pernah menjadi mentor dalam hidup kita. Firman Tuhan menunjukkan bahwa orang yang mementor kita adalah orang-orang yang membawa pengurapan yang menentukan bagi hidup pelayanan kita kelak, contohnya: Elia membawa pengurapan bagi hidup Elisa, Musa membawa pengurapan bagi hidup Yosua, Yesus pun membawa pengurapan bagi hidup murid-muridNya sehingga mereka menjadi para rasul yang pertama.
Sekitar tahun 1978-1979, saya sedang di tengah rasa frustrasi terhadap apa yang tadinya saya yakini, yaitu kekristenan. Saya menjadi orang yang penuh dengan keragu-raguan di dalam iman. Pada masa-masa seperti itu, saya bertemu dengan seorang teman yang aktif melayani Tuhan, dia mengajak saya untuk menghadiri sebuah rangkaian Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Di KKR tersebut, saya berjumpa dengan seorang hamba Tuhan yang telah berusia 70-an tahun, namun masih sangat berapi-api dalam melayani Tuhan. Hamba Tuhan ini bernama Karl Hoekendijk, seorang hamba Tuhan yang sangat diurapi Tuhan dalam pelayanan profetik dan healing. Tanpa sadar, selama mengikuti KKR tersebut, saya melihat banyak mujizat yang Tuhan lakukan. Ada orang yang tidak memiliki bola mata, namun ketika didoakan ia memperoleh bola mata baru dan bisa melihat dengan normal; ada juga yang lumpuh menjadi bisa berjalan dengan baik setelah didoakan; dan banyak mujizat lainnya. Kemudian Bp. Karl Hoekendijk bertanya, "Siapa yang mau dipakai Tuhan?". Pertanyaan ini berbicara secara khusus di hati saya, maka saya pun maju untuk didoakan. Bp. Karl menumpangkan tangannya atas saya dan mendoakan saya. Saat itu saya dipenuhi oleh Roh Kudus dan pengurapan Tuhan turun atas saya. Saya pun mengambil komitmen untuk memberikan diri saya dipakai Tuhan. Komitmen ini Tuhan perhatikan dan Ia gunakan untuk memakai hidup saya melayani Dia.
Sejak saat itu, kerinduan untuk berdoa besar sekali dalam diri saya. Saya mulai belajar melatih diri saya menggunakan pengurapan yang Tuhan sudah berikan. Pertama kalinya, saya mendoakan adik saya sendiri di rumah. Saya sangat bersukacita ketika dia dipenuhi oleh Roh Kudus saat saya doakan. Selain itu, saya mulai mendapatkan banyak penglihatan dari Tuhan.
Hari ini saya sedang menjalani panggilan hidup saya. Setelah cukup lama seolah-olah "terlupakan" di dalam panggilan ini, saya menemukan kembali pengurapan profetik dan healing yang pernah saya terima dahulu. Pengurapan ini saya terima melalui orang yang pertama kali mendoakan saya, Bp. Karl Hoekendijk. Pengurapan semacam ini adalah pengurapan yang tidak akan pernah hilang, dan harus terus kita kembangkan dengan rajin, agar semakin hari semakin nyata dalam hidup kita. Saya sendiri juga melakukannya, saya menjadi makin beriman, dan saya percaya Tuhan akan terus memakai saya bagi orang-orang yang membutuhkan kuasa profetik dan healing. Wahyu 12:10-12 berkata bahwa sekarang telah tiba waktunya, bukan saja keselamatan yang datang kepada kita, tapi juga kuasa. Inilah janji Tuhan yang terus saya pegang dalam hidup pelayanan saya. Salah satu wujudnya adalah melalui School of Believers (SOB) yang telah kita lakukan, ini untuk melatih orang-orang dalam hal pelayanan kuasa. Markus 16:17-18 juga menyebutkan mengenai tanda-tanda yang akan menyertai orang-orang yang percaya, jadi memang inilah pengurapan yang Tuhan sudah berikan bagi setiap kita.
Saat saya pertama kali mengambil keputusan untuk memberikan diri saya dipakai oleh Tuhan, saat itulah pengurapanNya turun atas saya. Sampai hari ini, pengurapan yang sama terus memperlengkapi saya untuk makin maksimal dalam melayani Dia. Kesempatan dan kehormatan untuk saya melayani Tuhan ini saya berikan bukan saja bagi gereja kita, namun juga untuk seluruh gereja-gereja lain yang membutuhkannya. Kita pun harus demikian, carilah sebanyak mungkin orang-orang yang memiliki pengurapan khusus dari Tuhan, untuk mementor hidup kita. Di sinilah Tuhan akan menurunkan pengurapanNya atas hidup kita, karena pengurapan itu diteruskan dari sang mentor kepada kita. Tuhan akan menuntun kita dalam panggilan hidup kita, dan Tuhan akan terus memperlengkapi kita dengan pengurapan itu. Inilah yang akan membuat kita makin maksimal dalam hidup dan pelayanan kita menjalani panggilan Tuhan. Tuhan memberkati.
Sofjan Sutedja
Pengakuan Preman Yang Bertemu Tuhan (Harun Sapto)
10 years ago
No comments:
Post a Comment