Antasari Azhar, Ketua KPK:
RAKERNAS Kejaksaan Agung di kawasan Puncak, Jawa Barat, terasa agak berbeda. Antasari Azhar, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), datang dengan ”baju kebesaran” lain. Antasari, seperti diketahui, juga Ketua KPK terpilih. Beberapa hari sebelum rapat itu, 5 Desember 2007, Komisi III telah memercayakan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini memimpin lembaga superbodi pemberantasan korupsi.
Jaksa Agung Hendarman Supandji pun sampai merasa perlu membuat ”penyambutan khusus” bagi mantan bawahannya itu. Selain menyatakan bangga, di hadapan peserta raker dan sejumlah wartawan, Hendarman juga menitip amanah. ”Bekerjalah yang baik, jangan sampai membuat malu Korps Adhyaksa.” Pesan singkat nan lugas ini dijawab Antasari dengan janji, ”Nanti, kata-kata itu akan saya bingkai dan dipajang di kantor yang baru,” ujarnya.
Apakah hanya akan menjadi bingkai penghias dinding, memang biarkan waktu yang membuktikan. Yang jelas, proses terpilihnya Antasari sebagai pengganti Taufiequrrachman Ruki melahirkan banyak resistensi. Sejumlah LSM, kelompok mahasiswa, dan praktisi hukum ragu KPK akan menjadi lebih baik. Gosip pun ramai berembus. Mulai dari dugaan pernah main mata dengan Tommy Soeharto (ketika menjadi Kajari Selatan ia tak langsung mengeksekusi Tommy hingga nama yang terakhir ini kemudian menjadi buron), rumah di Pondok Indah, lobi tingkat tinggi dengan anggota Komisi III, hingga penolakan internal KPK atas kehadirannya.
Menghadapi semua tudingan itu, Antasari tak ambil pusing. Ia merasa telah cukup melakukan klarifikasi hingga tak perlu terus-menerus meladeninya. ”Sebelum mengikuti proses di DPR, panitia seleksilah yang meloloskan saya. Bagaimana mungkin mereka menyebut hasil akhir telah ditentukan sejak awal,” katanya.
Lalu, bagaimana KPK ke depan, dan apa yang akan dilakukan Antasari dalam menjawab semua keraguan itu? Kepada Bona Ventura, Budi Supriyantoro, dan Ahmad Pahingguan dari TRUST, ia menjelaskannya pada sebuah kesempatan khusus pada pekan lalu. Berikut petikannya:
TERPILIHNYA ANDA MENJADI KETUA KPK MENDULANG BANYAK PENILAIAN MIRING. BAGAIMANA ANDA MENYIKAPINYA?
Ketika melamar menjadi pimpinan KPK, saya diisukan mempunyai rumah di Pondok Indah. Ternyata tidak ada. Seharusnya mereka meminta maaf. Saya juga diisukan memperlambat kasus Tommy dan diisukan menerima uang sekian miliar ketika menjadi Kajari Jakarta Selatan. Seharusnya mereka mengecek dahulu, kan ada check and balancing. Bagi saya, semua isu tersebut adalah kontrol. Isu sudah diembuskan sejak nama saya ada di panitia seleksi (pansel). Ketika di pansel, saya sudah menjelaskan semuanya, dan saya lolos seleksi. Saat fit and proper test, isu mengenai saya kembali muncul. Begitu juga dalam tanya jawab di Komisi III sampai terpilihnya saya menjadi Ketua KPK. Tapi sudahlah, saya tak akan terpancing menanggapi. Saya malah ingin terus dikritik demikian, selama itu konstruktif.
DALAM WAKTU DEKAT, APA SAJA YANG AKAN ANDA LAKUKAN SEBAGAI KETUA KPK?
Saat ini saya belum dilantik menjadi Ketua KPK. Saya juga belum mendeklarasikan program yang akan saya lakukan. Semua itu akan saya sampaikan secara kolektif dengan pimpinan KPK baru lainnya.
APA YANG MENJADI PRIORITAS ANDA?
Meski parlemen telah memilih saya sebagai ketua, keputusan diambil secara kolektif. Kami baru melihat di media massa mengenai apa saja yang baru dilakukan oleh tim penyelidik, penyidik, dan penuntut. Tentu akan kami evaluasi bersama dengan pimpinan lama.
CITRA TEBANG PILIH TERLALU MELEKAT PADA INSTITUSI INI. BAGAIMANA ANDA AKAN MENGHAPUSKANNYA?
Karena kita negara hukum, pemberantasan korupsi akan dilakukan dengan langkah-langkah hukum. Tentunya dilakukan dengan cara proporsional dan profesional. Kalau kami berbicara itu, maka setiap perkara hukum harus ada bukti. Jadi, ketegasan dalam arti profesional. Tegas bukan berarti harus mengadili orang dari asumsi-asumsi. Kami mengadili perbuatannya, bukan per orangnya, dan karena itu harus ada faktanya. Sebab, masyarakat mengontrol ini semua. Istilah tebang pilih, siapa sih yang mengatakan. Istilah dari saya ialah adanya kecukupan alat bukti. Kalau alat buktinya kurang? Itulah yang selalu saya katakan dalam rapat pemilihan KPK di DPR.
ANDA SEMPAT MENYATAKAN AKAN PASANG BADAN UNTUK ANGGOTA DEWAN DALAM KASUS
DANA ALIRAN BI?
Konteksnya tidak seperti itu. Ketika fit and proper test, anggota dewan menanyakan kepada saya tentang aliran dana BI di DPR. Saya sampaikan kepada anggota dewan bahwa dengan pengalaman saya sebagai penyidik, saya tidak ingin KPK menjadi alat untuk memaksakan sebuah kasus tanpa cukup bukti. Hal itu sama dengan mengadukan orang berdasarkan asumsi dan itu menzalimi orang. Saya akan pasang badan untuk itu. Jadi, berbeda kan.
APA MOTIVASI ANDA MENJADI CALON
KETUA KPK?
Karena saya melihat korupsi di Indonesia sudah extra ordinary crime. Saya merasa mempunyai kapasitas sebagai penyidik untuk perkara korupsi. Dan KPK adalah lembaga yang memiliki supervisi serta memberi trigger kepada lembaga lain yang tidak maksimal dalam pemberantasan korupsi. Dengan berbekal pengalaman dan pemahaman, tugas KPK tidak menjadi sulit. Jadi, saya ingin menyelamatkan UU No. 30 Tahun 2002. Tetapi, saya tidak ingin menjadikan KPK sebagai kompetitor kejaksaan dan kepolisian.
APAKAH SELAMA BERTUGAS
DI KEJAKSAAN AGUNG, GERAK ANDA TERBATAS SEHINGGA MEMILIH UNTUK MENJADI
KETUA KPK? LALU, APA MAKNA PEMBERANTASAN KORUPSI BAGI ANDA?
Tidak. Dalam perspektif pertumbuhan ekonomi dan politik, pemberantasan korupsi janganlah sekadar pemberantasan. Saya ingin pemberantasan korupsi berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Artinya, saya ingin meminimalkan kebocoran uang negara. Sehingga, uang negara dapat dipergunakan untuk masyarakat secara efektif.
INI YANG ANDA MAKSUD DENGAN PENDEKATAN PREVENTIF?
Pemberantasan korupsi itu terdiri dari represif dan preventif. Selama ini yang terjadi ialah pendekatan represif. Dengan preventif, kita bisa mencegah orang untuk korupsi. Jadi, kami berprinsip lebih baik meniadakan koruptor daripada menciptakan koruptor baru. Ketika orang lain melihat pendekatan preventif hanya mencegah, saya melihatnya lebih jauh, yaitu dengan perbaikan pelayanan publik. Karena, di sana banyak peluang terjadi korupsi. Setiap tahun di departemen ada penerimaan pegawai, dan ada uang yang mengalir ke sana. Mereka yang mempunyai prestasi tetapi tidak mempunyai uang, bagaimana? Kita hanya melihat korupsi pada kasus-kasus besar, namun buta akan hal seperti ini. Inilah yang akan kita evaluasi. Bagi saya bukan persoalan jumlah uangnya yang dikorupsi, melainkan dampaknya.
WACANA SEPERTI ITU KAN SUDAH TERLALU SERING, DAN HAMPIR SEMUA LEMBAGA PEMERINTAH JUGA MENGAMPANYEKANNYA.
LALU, PENDEKATAN PREVENTIF YANG ANDA MAKSUD ITU BAGAIMANA?
Saat ini saya belum bisa mengungkapkannya. Nanti setelah saya dilantik. Bagi saya reformasi birokrasi bukan sekadar membuat pamflet. Maka itu, saya mengajak semua elemen masyarakat untuk mewujudkannya. UU KPK sudah menegaskan, selain berkoordinasi dengan pihak lain dan melakukan supervisi, KPK juga memberi peluang kepada masyarakat untuk berperan serta. Saya akan mengajak teman-teman untuk memberantas korupsi. Karena persoalan korupsi ini bukan semata pekerjaan KPK, tapi seluruh bangsa.
KORUPSI YANG DILAKUKAN BERJEMAAH
DAN TERORGANISASI. BAGAIMANA
ANDA MEMOTONGNYA?
Kalau sulit, saya tidak akan mencalonkan menjadi Ketua KPK. Maka itu, saya katakan harus bersama-sama, tidak bisa dilakukan oleh KPK sendiri. Dan kami tidak bisa melihat satu masalah secara linier, tapi harus sistemis. Kami juga akan berkoordinasi dengan lembaga lain, sehingga peran KPK bisa berjalan secara efektif.
MENGENAI KASUS BLBI KELAK,
BAGAIMANA PENANGANANNYA?
Itu kan substansif. Jadi, nanti saja setelah saya benar-benar menjadi Ketua KPK.
KONSEP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG AKAN
ANDA LAKUKAN…
Saya tidak akan membedakan apakah korupsi itu tergolong big fish atau small fish. Yang namanya korupsi, besar atau kecil tetap korupsi. Apa artinya pemberantasan korupsi jika masyarakat mengantre minyak dan kesulitan mendapat lapangan kerja. Bukan berarti kita tidak akan menangkap korupsi yang triliunan. Masalah korupsi itu menyangkut masalah perilaku. Masalah korupsi tidak akan bisa kita kikis tanpa memperbaiki perilaku.
Sebagai contoh seorang ibu menyuruh anaknya membeli gula. Ibu tersebut memberi uang Rp 5.000, sedang harga gula sekitar Rp 2.000, sisanya dijajankan es krim. Ketika dibiarkan, si ibu sama saja telah membiarkan perilaku korupsi. Sehingga ketika besar dan anak tersebut diberi kepercayaan dalam pengadaan barang dan jasa, misalnya, sisa dari budget procurement tidak ia kembalikan ke kas negara, melainkan masuk kantong pribadi. Mengapa terjadi, karena perilakunya sudah terbiasa.
SEPERTI APA KONKRETNYA?
Pertama ialah melakukan koordinasi. Setelah itu supervisi dan penyelidikan. Kami akan mengemas suatu kegiatan yang bisa dilakukan bersama-sama dengan lembaga departemen, non departemen, dan LSM. KPK hanya trigger. Maka itu, saya akan menempatkan KPK sebagai rambu sehingga orang akan terhindar untuk melakukan pelanggaran. Lebih pada pendekatan preventif, karena kami lebih suka orang tidak korupsi. Jadi, pemberantasan korupsi tidak semata-mata pada represif.
LALU, KAPAN REPRESIFNYA?
Kita berbuat represif dan tegas jika alat bukti cukup. Karena itu menjadi shock therapy bagi koruptor lain. Tapi, shock therapy bukan pada represif saja, juga pada preventif. Misal, jika saya tahu Anda akan menyuap teman Anda, maka saya akan menegur Anda. Jadi, saya sudah tidak menciptakan koruptor baru. Tetapi kalau saya mendiamkan, dan baru setelahnya saya tangkap, sama saja dengan saya menciptakan koruptor baru.
ANTARA MENCEGAH DAN MENANGKAP KORUPTOR KAN MEMILIKI EFEK JERA YANG BERBEDA?
Terserah orang menilai. Menjadi Ketua KPK, saya siap untuk tidak populer. Yang saya inginkan ialah penggunaan uang negara yang tertib dan efektif sehingga rakyat menjadi sejahtera.
PROPORSI PENANGANAN PREVENTIF
DAN REPRESIFNYA SEPERTI APA?
Harus berimbang dan dijalankan secara bersamaan. Tidak bisa dipersentasekan harus berapa. Struktur KPK itu ada pencegahan dan penindakan.
ANDA DIPILIH OLEH PARLEMEN, LALU BAGAIMANA ANDA MEMPERLAKUKAN PARA
PEMILIH ITU? APAKAH ADA TITIPAN UNTUK TIDAK MENGUSIK MEREKA?
Tidak ada itu. Titipan apa? Saat ini saya tidak membicarakan masalah kasus (aliran dana BI). Lagi pula, ketika saya melamar, belum ada campur tangan DPR. Ketika saya lolos di pansel, yang melakukan penilaian adalah tim independen. Saya juga tidak akan melaksanakan tugas di luar batas kewenangan KPK. Dan saya tidak akan menjalankan kewenangan itu secara serampangan.
ARTINYA, BAK BIARKAN BULAN BICARA?
Ha.. ha.. ha.. (pada acara Rapat Kerja Kejaksaan Agung, Antasari mendendangkan lagu Biarkan Bulan Bicara). Saya menyanyikan lagu itu bukan menginterpretasikan keadaan sekarang. Itu karena saya menyukai lagu Broery Marantika. Jadi, tidak ada hubungan spesial antara lagu itu dengan jabatan saya sebagai Ketua KPK.
DARI LOPER KORAN, KERNET BUS,
HINGGA KETUA SENAT
ANTASARI Azhar lahir dari keluarga kelas menengah di Tanjung Pandan, Bangka Belitung. Ayahnya adalah seorang kepala pajak. Meski anak pejabat, ia mengaku hidup sederhana. ”Ayah selalu mengharuskan kami berkeringat dalam memperoleh hal yang diinginkan,” kata lelaki kelahiran 18 Maret 1953 ini, tentang nilai-nilai keluarga.
Tumbuh dan besar di tanah kelahiran tak membuat Antasari merasa puas. Bangka Belitung terlampau kecil untuk mewujudkan cita-cita. Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia pun memilih pergi ke Jakarta. Ayahnya yang sempat melarang tak kuasa menahan. ”Akhirnya saya diizinkan karena sudah khatam Al-Quran,” kenang Antasari.
Di tanah rantau, hidup ternyata tak menjadi lebih baik. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Antasari muda bekerja serabutan. Mulai menjadi lopper koran Harian Berita Yudha sampai kernet opelet jurusan Jatinegara-Lapangan Banteng. Kehidupan keras ini makin terbiasa ketika ia kuliah di Universitas Sriwijaya, Palembang.
Saat itu 1978, seperti mahasiswa seangkatannya, Antasari juga tak lepas dari kehidupan kampus yang tengah ramai-ramainya menolak konsep NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). ”Saya juga bekas demonstran tahun 78,” kata mantan Ketua Senat Mahasiswa dan Kedua Badan Perwakilan Mahasiswa UNSRI ini, bangga.