Rugi Ratusan Juta, Lega Bisa Istirahatkan Jantung
Mereka yang Degdegan Saat Bursa Terjun Bebas
Harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin rontok terkena dampak lanjutan krisis finansial di Amerika. Akibatnya, otoritas bursa terpaksa menghentikan perdagangan. Inilah potret beberapa investor yang sport jantung sejak pagi.
AGUS WIRAWAN, Jakarta
DUA laptop milik Ramson Siagian sejak pagi kemarin terus hidup. Lewat peranti canggih itu mata anggota DPR tersebut hampir tak berkedip memantau pergerakan harga saham di BEI.
Ramson adalah satu dari sedikit orang di Indonesia yang pemain aktif di pasar modal. Tahun lalu, bersamaan dengan booming bursa di tanah air, dia mendapat keuntungan lumayan besar. Besarnya setara gaji setahun plus tunjangan yang dia terima selama satu tahun sebagai wakil rakyat di Senayan.
Namun, pada Rabu "kelabu" kemarin, peruntungan itu berubah 180 derajat. "Semua investor menghadapi situasi yang kacau balau, karena harga semua saham anjlok," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR itu enggan menyebut berapa persis kerugian yang diderita akibat gonjang-ganjing di BEI beberapa hari terakhir. Alasannya, seorang investor tidak akan pernah mau mengutarakan kerugian yang dia alami. "Itu tidak etis. Yang jelas, kalau untungnya saja bisa ratusan juta, kerugiannya juga bisa segitu," lanjutnya.
Menurut Ramson, keputusan BEI menghentikan perdagangan saham pukul 11.08 kemarin merupakan pilihan terbaik. Meski kondisi pasar menjadi stagnan, hal itu cukup membantu untuk tidak makin merugikan investor. "Setidaknya kita bisa tidur nyenyak. Istirahatkan jantung dulu, sebelum pasar kembali dibuka. Ambil napas dululah," ungkapnya,
Dalam situasi seperti itu, pria yang selalu membawa laptop -termasuk saat bermobil- untuk memantau pergerakan harga saham itu mengakui sebagian besar investor sudah mengalami potential loss.
"Kalau sahamnya belum dijual tapi posisinya sudah rugi, ya berarti potential loss. Tapi, ada juga yang sudah berani jual rugi dalam kondisi ini," katanya.
Sebagai investor, dia harus berani menanggung risiko apa pun, termasuk merugi dalam jumlah sangat besar. Itu sudah menjadi risiko semua orang yang bermain saham. "Bisa saja saat ini kekayaan melimpah, tapi besok tiba-tiba bangkrut karena harga semua saham turun drastis. Kalau seperti sekarang ini, mana ada (investor) yang tidak rugi, " tuturnya.
Kunci bermain saham, kata dia, harus cepat mengambil keputusan untuk buy (membeli) atau sell (menjual). Meski begitu, ketenangan berpikir dan kesabaran juga harus tetap ada. Karena itu, dia menyediakan dua laptop untuk mendukung profesi "sambilan"-nya tersebut. "Pas harga naik turun nggak boleh lepas dari laptop. Kalau satunya mati, bisa ganti laptop satunya lagi," tambahnya.
Ramson berharap kondisi pasar kembali membaik, setidaknya sampai harga saham yang dimiliki mencapai titik impas. "Kita nggak lagi mikir keuntungan kalau sudah begini. Yang penting harganya balik saja," harapnya.
Meski begitu, dia yakin kondisi pasar saham kembali normal seperti sedia kala. Sebab, fundamental ekonomi dan emiten yang ada sekarang ini cukup baik. Ini berbeda dengan kondisi pada krisis ekonomi 1998. "Dulu (1998) itu pas banyak utang (dalam valuta asing) perusahaan yang jatuh tempo. Sekarang emiten-emiten itu kan sehat, jadi saya yakin pasti harganya bisa kembali," katanya optimistis.
Menurut dia, ketidakstabilan pasar saham Indonesia saat ini diakibatkan masih besarnya porsi dana asing yang menguasai pasar. Saat dampak krisis keuangan AS meluas, banyak investor asing dari Eropa, Jepang, atau Asia lainnya yang menarik dana. "Yang kecil lalu ikut-ikutan," jelasnya.
Investor domestik lainnya, Airlangga Hartarto, juga mengakui bahwa saat ini banyak investor yang rugi, terutama investor individu. Tapi, investor institusi masih banyak yang bertahan. Ini karena investor individu tidak banyak memiliki pengetahuan soal saham. "Banyak yang panik kemudian ikut-ikutan menarik sahamnya," ungkapnya.
Airlangga Hartarto yang juga ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) itu menilai kepanikan itulah yang menyebabkan investor menderita kerugian luar biasa.
"Ada yang berani jual meski ruginya banyak sekali. Ini yang menyebabkan bursa jatuh. Kalau menurut saya, nggak usah disebut angka-angka (kerugian) itu," cetusnya.
Airlangga berharap penghentian perdagangan pasar modal berlangsung hingga Jumat. Artinya, perdagangan baru dimulai lagi Senin depan. Sebab, jika pemerintah tidak memiliki formula yang jitu untuk mengatasi, percuma perdagangan bursa kembali dibuka. "Biar saja di-suspend lama, yang penting investor selamat. Bukan tambah hancur," jelasnya.
Seperti Airlangga, imbas krisis keuangan Amerika Serikat yang merontokkkan bursa dunia dan Indonesia itu juga berimbas ke kehidupan M.A. Aristyawan. Investor yang beberapa tahun belakangan aktif mengadu peruntungan di pasar modal itu terpaksa gigit jari dalam empat bulan terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan kemarin ambrol ke level 1.451, dengan hanya membukukan nilai transaksi total Rp 952,16 juta.
Aristyawan memiliki sekitar 20 saham yang tersebar di berbagai sektor seperti perbankan, komoditas, properti, hingga infrastruktur. Kendati demikian, dia enggan menyebutkan besaran dana yang dihabiskan untuk membeli saham.
"Saya tidak mau cut loss (menjual sekarang untuk menghindari kerugian lebih besar). Daripada saya jual rugi, lebih baik saya tidak bertransaksi dulu. Sudah sekitar empat bulan saya pasif di pasar modal," ujar pria yang sehari-hari berprofesi sebagai dokter itu. (el)
No comments:
Post a Comment