Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Nats Alkitab: Matius 8:23-27
Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya.
Matius 8:23-27
8:23-24
Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya.
Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.
8:25 .Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa."
8:26
Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?"* Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.
8:27
Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"
Ayat 23 melanjutkan ajakan Tuhan Yesus kepada murid-murid untuk bertolak menyeberangi danau Galilea (ayat 18). Namun, di tengah danau Galilea, perahu mereka terjebak angin ribut (badai) yang besar. Seismos adalah kata Yunani yang dipakai Matius untuk angin ribut. Dan kata ini merupakan akar kata seismologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang gempa bumi. Karena itu, angin ribut yang dikatakan di sini (the great storm), sebetulnya boleh dikatakan sebagai gempa bumi di laut (tsunami). Hal ini mengingatkan kita pada tsunami yang melanda Asia Desember 2004 yang lalu. Walaupun kita tidak tahu berapa skala richter yang terjadi pada waktu itu, tsunami ini cukup besar sehingga nelayan-nelayan yang berpengalamanpun ketakutan. Tetapi Tuhan memakai peristiwa angin ribut ini untuk mengajarkan hal yang sangat penting bagi hidup kita.
Apabila kita melihat Perjanjian Lama, orang Israel percaya bahwa laut seringkali disebut sebagai simbol dari kekuatan yang besar / dahsyat, sekaligus gelap / evil. Apapun yang kita lempar ke dalam laut pasti hilang, lenyap, tenggelam. Seberapa besar kapal terbang atau kapal laut apabila masuk ke dalam laut, akan tertelan habis, jatuh ke dasar laut dan tidak akan ada bekasnya sama sekali.
Ketika Musa dikejar oleh tentara Mesir, dia diperhadapkan oleh dua masalah: di depannya ada laut Merah dan di belakangnya tentara Mesir. Tuhan memerintahkan Musa untuk memukul tongkatnya ke laut itu. Dan ketika Musa memukul tongkatnya, terbelahlah laut; ini menjadi simbol bahwa Allah Yahweh, Allah yang disembah oleh orang Israel, adalah Allah yang jauh lebih besar daripada kekuatan evil yang besar, yang gelap, di laut itu. Lautpun terbelah, menyatakan kekuatan jahat dikalahkan. Apabila kita pernah ke pantai, maka kita dapat merasakan angin yang sangat besar dan laut yang seperti tidak ada batasnya. Terutama apabila kita berdiri di atas batu karang pada waktu angin besar sedang bertiup dan ombak besarpun datang. Meskipun indah, kita dapat merasakan suatu kekuatan yang besar dan membuat kita gemetar. Terlebih lagi tsunami. Apabila kita pernah menonton dokumenter tentang peristiwa tsunami yang pernah terjadi, kita bisa menyadari betapa dahsyatnya kekuatan dari laut tersebut. Setelah terjadi banyak kebakaran musim panas lalu, sekarang juga terjadi banjir yang cukup besar di Gippsland. Terhadap peristiwa ini ada yang berkomentar: “Kalau api kita bisa lawan. Tetapi kalau air datang, tidak ada yang dapat kita lakukan. Hanya bisa lari secepat-cepatnya.”
Hari ini kita akan belajar bukan saja tentang kebesaran Tuhan yang didemonstrasikan melalui peristiwa ditenangkannya angin dan badai, tetapi juga dampaknya bagi hidup kita.
Ada 3 hal yang dapat kita pelajari melalui peristiwa ini.
Pertama.
Yesus yang mengajak. “Marilah kita bertolak ke seberang” (ayat 18). Ini adalah ajakan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Dan murid-murid-Nya naik ke perahu untuk mengikuti-Nya. Akan tetapi setelah naik perahu mengikuti Dia, tiba-tiba mereka masuk dalam kesulitan besar. Di sini kita perlu menyadari bahwa ketika kita mengikuti Yesus, sangat mungkin kita akan menghadapi banyak kesulitan, tantangan dan penderitaan. Inilah yang seringkali terjadi dalam hidup orang Kristen yang sungguh-sungguh mengikuti Dia. Ajaran-ajaran yang memberitakan bahwa ikut Tuhan akan selalu lancar dan aman justru merupakan ciri-ciri nabi palsu seperti yang dinyatakan dalam Khotbah di Bukit. Di satu sisi, bagi banyak orang yang datang dari latar belakang hidup yang berantakan dan rusak, ketika pertama kali ikut Tuhan, mereka menemukan penghiburan dan kedamaian. Tetapi sesudah terus mengikut Tuhan, apabila kita sungguh-sungguh ikut Dia, sebenarnya ada banyak tantangan besar, berat dan penderitaan dalam hidup kita. II Timotius 3:12 menyatakan “Setiap orang yang mau hidup beribadah (godly life) di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” Pada bagian ini, murid-murid mengikuti Tuhan dan mereka mengalami kesulitan yang begitu besar. Begitu besar sampai mereka sadar bahwa kesulitan ini tidak bisa mereka tanggung dengan kekuatan mereka sendiri.
Lebih lagi, pengalaman ini juga merupakan suatu hal yang memalukan mengingat sebagian dari mereka adalah nelayan, seperti Petrus dan Andreas. Mereka paham sekali dengan keadaan danau Galilea dan seringkali menghadapi badai. Mereka seharusnya bisa dan biasa menghadapi badai. Tetapi kenyataannya badai yang mereka hadapi kali ini begitu besar sehingga mereka harus berteriak “Tuhan, tolonglah, kita binasa” (ayat 25).
Seorang nelayan minta tolong kepada Tukang kayu pada waktu menghadapi badai yang besar. Aneh sekali dan juga memalukan. Kadang-kadang mengikut Tuhan juga bisa memalukan. Sebagai orang Kristen kita mungkin suka diejek orang tentang gaya hidup yang irit. Mereka mengatai-ngatai bahwa kita pelit. Padahal sebetulnya kita sedang menggunakan uang dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Haddon Robinson mengatakan sebuah kalimat “The Bible is not a book of practical suggestions on how to live a more well-adjusted life. The Bible is a revelation of God.” Alkitab bukanlah sebuah buku yang mengajarkan kita bagaimana untuk hidup lebih baik. Walaupun ketika orang menjadi Kristen seringkali hidupnya menjadi lebih baik dan bertanggung jawab, maksud Allah bagi hidup kita jauh lebih dalam dari itu.
Kedua,
kita bisa bertanya, “Mengapa Tuhan mengijinkan badai yang besar terjadi dalam hidup kita?
II Korintus 1:8b-9 mengajarkan bahwa Tuhan mengijinkan badai yang besar supaya kita tidak bergantung kepada diri kita sendiri tetapi hanya kepada Dia. “...Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.”
Di tengah badai murid-murid berteriak dengan panik, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Teriakan dan permintaan ini justru diresponi Yesus dengan suatu pertanyaan yang mengagetkan, “Mengapa kamu takut?” Coba tempatkan diri saudara pada posisi murid-murid, bukankah pertanyaan Tuhan ini begitu mengagetkan? Di tengah badai yang sangat besar bukankah respon wajar kita adalah takut? Pertanyaan Yesus membuat kita mengerti lebih dalam natur hidup Kristen. Lalu Yesus juga menegur mereka sebagai kurang percaya (ye of little faith). Murid-murid bukan tidak memiliki iman, mereka memiliki cukup iman untuk membangunkan Yesus dan meminta tolong kepadaNya. Tetapi iman mereka harus terus bertumbuh makin dalam mengenal jatidiri Yesus. “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Melalui satu kalimat Yesus ini kita belajar betapa iman Kristen haruslah iman yang menerobos apa yang didiktekan dunia bagi kita, iman yang melampaui apapun yang manusia bisa pikirkan dan lakukan.
Tuhan Yesus ingin mengajar murid-murid-Nya untuk bertumbuh dan semakin bergantung kepada Dia. Kita tidak dipanggil untuk menjadi orang biasa. 1 Korintus 15:32b berkata “Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’.” Dengan kata makan dan minum dalam kalimat ini, Paulus tidak sedang mengkontraskan hidup Kristen dengan hidup yang berfoya-foya / mabuk-mabukan, melainkan dia sedang mengkontraskan hidup Kristen dengan hidup yang normal (ordinary, comfortable life of human delight that we may enjoy) – hidup yang biasa-biasa saja. Dan herannya banyak orang bertujuan untuk hidup yang biasa-biasa saja dan menyebut hidup seperti itu adalah hidup Kekristenan.* Panggilan orang Kristen adalah menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia. Ini bukanlah hidup yang biasa-biasa. Juga bukan hidup yang aneh (dibawah kewajaran) tetapi hidup yang ajaib, luar biasa (di atas kewajaran). Dan hidup yang luar biasa ini seringkali harus dibentuk melalui badai yang besar. Tidak pernah kita dengar orang berkata bahwa hal-hal yang paling penting dan yang sangat membentuk hidupnya dipelajari dalam masa yang tenang dan sejahtera. Tetapi kita sering dengar orang Kristen sejati mengatakan, “Setiap kemajuan signifikan dalam mengenal dalamnya kasih Allah dan bertumbuh dalam iman dalam hidup saya selalu terjadi melalui penderitaan.” Tuhan akan bentuk kita melalui badai yang besar karena kita adalah anak-anak-Nya yang Dia kasihi. Charles Spurgeon berkata,”They who dive in the sea of affliction bring up rare pearls.”
Badai besar yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita juga bertujuan supaya kita semakin mengenal Dia dan menjadi serupa denganNya. Filipi 3:10 mengatakan “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematiaan-Nya.” Dengan demikian kita masuk ke dalam poin ketiga.
Setelah Tuhan menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dalam peristiwa pararel dalam Injil Markus, dicatat setelah Tuhan Yesus mengubah great storm menjadi great calm, terjadi great storm dalam hati murid-murid. “Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapakah gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepadaNya” (Mrk 4:41). Ketakutan yang kedua ini adalah ketakutan yang benar, ketakutan yang mulai berfokus kepada Yesus (keagungan-Nya, kebesaran-Nya, kesucian-Nya dan kemuliaan-Nya). Ketakutan bukan terhadap keadaan atau manusia, tetapi kepada Tuhan Yesus Kristus. Respons pertama murid-murid bukanlah bersyukur dan memuji Tuhan (respon yang sering diajarkan dan wajar), tetapi kagum, heran dan mulai memandang fokus pada Yesus, mulai ingin mengenal Dia lebih dalam. “Orang apakah Dia ini?” Inilah pertumbuhan yang Tuhan sedang kerjakan dalam hidup kita. Melalui kesulitan dan penderitaan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita, Dia ingin agar kita semakin bergantung kepada-Nya dan semakin mengenal-Nya. Bukan sekedar menyelesaikan persoalan yang sedang kita hadapi, tetapi makin dalam mengenal Kristus. Pengenalan akan Allah sungguh sangat penting dalam hidup kita.
John Piper memberi suatu kesaksian ketika Dia memutuskan untuk berkotbah tentang kesuciaan Allah dari Yesaya 6. Pada minggu pertama bulan Januari, dia merasa dipimpin Tuhan untuk menggambarkan dengan sebaik-baiknya kemuliaan dan keagungan Allah yang suci itu. Piper memutuskan untuk tidak memberikan satupun kalimat aplikasi bagi jemaat (meskipun aplikasi adalah hal yang penting dan perlu dalam kotbah). Dia ingin tahu apakah penggambaran akan kebesaran Allah dengan segenap hati itu, pada dirinya sendiri, mampu berbicara terhadap kebutuhan nyata dari jemaat. Dia tidak tahu bahwa beberapa waktu sebelumnya terdapat satu keluarga muda yang anak perempuannya baru diperkosa oleh salah seorang relatif mereka. Ini merupakan suatu pengalaman yang mengerikan dan traumatik bagi seluruh keluarga. Dan pada minggu pertama itu mereka duduk di bangku jemaat mendengarkan kotbah. Beberapa minggu kemudian, Piper mengetahui peristiwa tersebut. Dan setelah suatu kebaktian minggu, ayah dari anak itu mendekati Piper dan berkata, “John, these have been the hardest months of our lives. Do you know what has gotten me through? The vision of the greatness of God’s holiness that you gave me the first week of January. It has been the rock we could stand on.**
Biarlah kita semakin bergantung kepada Allah dan bertumbuh dalam pengenalan kita akan Dia.
* Lihat John Piper, “Desiring God: Meditations of a Christian Hedonist” (IVP: Leicester, England, 1986), hal. 261.
** John Piper, “The Supremacy of God in Preaching” (Grand Rapids, Michigan: Baker, 1990), hal. 14.
Ringkasan oleh: Linda Hartana Revisi oleh: Pdt. Budy Setiawan
Kembali ke list Ringkasan Kotbah
2007 © Mimbar Reformed Injili Indonesia, Melbourne. All Rights Reserved.
Pengakuan Preman Yang Bertemu Tuhan (Harun Sapto)
10 years ago
No comments:
Post a Comment