Rahasia Umur Panjang Soeharto Semedi di Gunung Lawu

Rahasia Umur Panjang Soeharto Semedi di Gunung Lawu

Jakarta (SIB)Soeharto kembali masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) untuk kesekian kalinya. Kali ini, Soeharto dikabarkan mengalami penyakit yang lebih serius dibanding sebelumnya. Di antara para tokoh sebayanya, Soeharto paling panjang umur. Bagaimana kiat-kiat Soeharto panjang usia?Detikcom melalui detikportal pernah memberitakan laporan khusus mengenai hal ini. Salah satu hal yang dilakukan Soeharto adalah melakukan hal-hal mistis. Maklum, jenderal bintang lima ini memang orang Jawa yang benar-benar menghayati dan menghormati budaya-budaya Jawa.Berikut cuplikan laporan khusus detikportal yang dipublikasikan pada 15 Juni 2006 lalu. Untuk selengkapnya baca di: Laku di Gunung Lawu:Faktanya Soeharto masih berumur panjang. Ia memang sakit-sakitan selama 7 tahun setelah lengser dari presiden. Berkali-kali ia harus keluar masuk rumah sakit. Tapi purnawirawan Jenderal Besar ini selalu kembali pulih dan pulang ke rumahnya.Tidak jarang usia panjang Soeharto menerbitkan tanya. Apalagi teman-teman seperjuangannya telah banyak yang dipanggil yang maha kuasa. Dua orang yang pernah menjadi wakil presiden Soeharto seperti Umar Wirahadikusumah dan Sudharmono, telah meninggal dunia. Bahkan Notosuwito, adik Soeharto juga telah meninggal mendahului kakaknya.Dan di negeri ini, di mana klenikisme masih hidup subur, orang pun mulai membuat penghubungan. Sebagai orang Jawa yang budayanya kental dengan mitos, rahasia umur Soeharto pun lantas dihubungkan dengan hal-hal mistis.Ada yang mempercayai Soeharto panjang umur karena memiliki kesaktian dari ritual mistis yang dilakoninya. Banyak juga yang menyatakan meski sakit-sakitan, Soeharto akan sulit meninggal karena belum melepas jimat yang dipakainya selama berkuasa. Benarkah demikian?Sumber orang dekat dan yang pernah mengenal Soeharto membenarkan Soeharto dekat dengan dunia mistis. Ia melakoni ritual mistis, mengoleksi pusaka dan jimat untuk menambah kekuatan serta mempunyai pendamping roh halus.Kedekatan dengan dunia mistis itu, mungkin diwarisi Soeharto dari ibunya, Sukirah. Dikisahkan, setelah Soeharto lahir, Sukirah menghilang selama 40 hari lamanya. Tak seorang pun yang tahu ke mana dia pergi. Setelah pulang ia mengaku bertapa untuk masa depan anaknya yang baru dilahirkannya itu.Namun pendalaman Soeharto pada dunia mistis diperoleh dari Kiai Daryatmo, seorang guru agama dan mistik Jawa. Dari kiai ini, Soeharto muda mendapat pengetahuan tentang pengobatan, tentang laku, dan tentang semedi. Dalam bukunya, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, nama Daryatmo disebut-sebut.Soeharto mengakui Daryatmo banyak memberi inspirasi dalam perjalanan hidupnya. Bahkan sampai menjadi presiden. Mantan Menteri Penerangan Mashuri bahkan pernah menuturkan, setiap bulan sedikitnya satu kali, Soeharto datang menemui Daryatmo untuk minta petunjuk.Ritual mistis yang dijalani Soeharto adalah bersemedi atau bertapa di tempat-tempat keramat atau wingit. Sumber yang pernah mendampingi pria berjuluk The Smiling General itu melakukan laku mistis mengungkapkan, Gunung Lawu jadi tempat favorit Soeharto. Gunung Lawu memang merupakan salah satu pusat kekuatan mistik di Jawa“Saya pernah mengiringi beliau naik ke puncak Lawu. Ketika yang muda-muda sudah ngos-ngosan kelelahan, beliau yang saat itu juga sudah cukup berumur sama sekali tidak terlihat lelah hingga sampai puncak,” ujar sumber yang tinggal di Tawangmangu, Solo itu.Selain Lawu, tempat favorit Soeharto bersemedi adalah tempat keramat di Gunung Srandil, Dieng, danau Pacitan, dan sebuah gua di Cilacap. Paranormal Permadi,Adjikosoemo, dan sejarawan MT Arifin membenarkan tempat-tempat itu merupakan tempat yang sering dipakai semedi Soeharto.Tak hanya bertapa di tempat keramat, Soeharto sering melakukan ritual berendam diri dalam air atau dalam kepercayaan Jawa disebut tapa kungkum. Tapa kungkum itu dilakukan Soeharto sejak muda bahkan ketika sudah menjabat presiden.Tempat-tempat yang sering digunakan kungkum Soeharto adalah Petilasan Panembahan Senopati di Dlepih, Tirtomoyo, Wonogiri. Pelaku kebatinan yang cukup akrab dengan almarhum Ny Tien Soeharto menuturkan, tempat tersebut sering dikunjungi Soeharto sejak muda hingga menjelang menjabat presiden.Sedangkan di saat menjadi Pangdam Diponegoro, tempat kungkum Soeharto adalah di Kaligarang, Semarang. Di tempat Soeharto dulu sering kungkum itu, sekarang dibangun sebuah monumen yang disebut Tugu Soeharto.Setelah menjadi presiden, Soeharto masih sering menjalani ritual itu. Lokasi yang dipilih adalah sebuah tempat di Bogor. Tempat itu bukan lagi lokasi terbuka karena sudah didirikan sebuah bangunan rumah. Rumah ini dimiliki Almarhum Pak Sudjono Humardani, salah satu penasehat spiritual Soeharto.Tapa kungkum dipercaya tidak hanya berefek secara mistis. Namun juga membangun kekuatan fisik agar lebih kuat dan tahan terhadap serangan penyakit. Seseorang yang rajin melakoninya akan menjadi lebih sehat. Ia akan memiliki kesehatan organ pernapasan yang tangguh serta tidak mudah lelah meskipun sudah dalam kondisi tua.Selain laku mistis, putra Sukirah dan Kertorejo itu juga senang mengoleksi pusaka untuk menambah kekuatannya. Salah satu pusaka yang dipinjam Soeharto untuk menambah kekuatannya adalah pusaka andalan Kraton Solo.Dan tidak hanya itu, Soeharto juga dipercayai memiliki “pendamping”. Pendamping ini adalah salah satu Raja perempuan alam bawah laut. Dia adalah kakak seperguruan Nyai Roro Kidul. Siapakah dia?Mbak Tutut dan Keris Kraton SoloMantan Presiden Soeharto dinilai memiliki umur yang lebih panjang dibanding tokoh-tokoh satu zaman-nya. Kini, Soeharto berusia 87 tahun. Dia diyakini memiliki trik untuk menjaga agar umurnya panjang. Selain laku di Gunung Lawu, Soeharto juga pernah meminjam keris pusaka kraton Solo.Bagaimana kisah mengenai Soeharto dan keris kraton Solo ini? Detikcom melalui detikportal telah menuliskan kisah ini dalam laporan khusus yang dipublikasikan pada 15 Juni 2006. Menarik untuk disimak. Berikut cuplikannya:Suatu hari di Bandara Adi Sumarmo, Surakarta. Putra-putri Paku Buwono (PB) XII, Raja Surakarta, bertangisan. Saat itu, mereka mengantar kepergian pusaka andalan kraton. Pusaka itu akan dibawa ke Jakarta karena akan dipinjam Presiden Soeharto.Peristiwa itu masih membekas betul dalam ingatan KGPH Puspo Hadikusumo, putra ketiga PB XII. Kapan persisnya peristiwa itu terjadi dia memang kesulitan lagi mengingatnya. Salah satu pangeran yang mendapat kepercayaan memelihara pusaka kraton Solo itu, memperkirakan kejadian itu terjadi saat Soeharto baru saja menjabat presiden.Berdasarkan catatan sejarah, MPRS menunjuk Soeharto sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967. Kemudian baru 27 Maret 1968, ia dilantik menjadi presiden.Saat menjabat presiden, Soeharto memiliki penasihat spiritual yaitu Soedjono Hoemardani. Di masa awal menjabat presiden, Soedjono menyarankan Soeharto agar mencari kekuatan pendukung secara magis. Kekuatan pendukung itu berupa pusaka andalan para raja di Jawa yang tersimpan di Kraton Surakarta.Setelah Soeharto setuju, lalu Soedjono menemui PB XII mengutarakan maksud tersebut. PB XII mengizinkan lalu mengajak Ki Panji Mloyo Hamiluhur mengambil dan menyerahkannya kepada Soedjono. Apa pusaka kraton yang dipinjam itu, hingga kini belum jelas. Puspo hanya menyebut pusaka itu merupakan pusaka sangat penting bagi kraton.Menurut sejumlah sumber, di antara sejumlah pusaka yang dimiliki Kraton Solo, ada satu pusaka utama yang kedudukannya jauh di atas pusaka-pusaka tersebut. Pusaka itu berupa keris bernama Kanjeng Kiai Ageng. Apakah keris itu yang dipinjam, Puspo enggan membeberkan.“Saat itu semua menangis karena yang dibawa itu adalah pusaka andalan kraton. Tapi apa boleh buat, Sinuhun sudah mengizinkannya,” tutur Puspo kepada detikcom.Belasan tahun kemudian atau pada tahun 1985, Soeharto kembali menyampaikan niat untuk meminjam pusaka Kraton Solo. Perantara saat itu tetap penasihat spiritualnya, Soedjono. Sementara yang diminta mengambil adalah almarhum Panji Mloyo Hamiluhur, tokoh spiritual Kraton Surakarta.PB XII telah mempersilakan Ki Panji Mloyo untuk memilih sendiri pusaka yang akan dipinjam Pak Harto. PB XII telah menetapkan sebuah malam untuk mengambil pusaka itu. Namun pada malam yang ditentukan itu ternyata terjadi kebakaran hebat di kraton. Akibatnya pemilihan dan pengambilan pusaka itu dibatalkan.Selanjutnya apakah proses peminjaman itu benar-benar terjadi, hingga kini masih menjadi teka-teki. GPH Puger, putra PB XII yang mengetahui rencana peminjaman itu mengaku tidak tahu. “Sebaiknya hal itu tidak ditanyakan kepada saya,” kata Puger.Kini puluhan tahun telah berlalu. Soeharto telah berumur 87 tahun. Ia telah lengser dari kursi presiden. Sejumlah kasus hukum dan penyakit membelit Soeharto. Berkali-kali mantan presiden itu masuk rumah sakit namun kemudian ia pulih kembali. Masuk rumah sakit lagi dan pulih lagi.Banyak yang meyakini penguasa RI 32 tahun itu memiliki kesaktian dan jimat yang memberati kehidupannya. Sejumlah tokoh spiritual yang menggeluti dunia mistis menyarankan Soeharto agar segera membersihkan diri.Membersihkan diri, tak hanya dalam arti meminta ampun dan mendekatkan diri kepada Tuhan, namun juga harus melepaskan diri dari jimat dan pusaka-pusaka yang mendampinginya selama ini.“Secara spiritual dia harus melakukan acara-acara ritual guna mencabut semua kekuatan atau ilmu mistik yang telah dimiliki,” kata paranormal Ki Joko Bodo.Dan beberapa hari terakhir sebuah informasi datang dari sumber di Cendana. Disebutkan putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, akan mengembalikan sebuah pusaka ke Kraton Surakarta. Pusaka itu dipinjam ayahnya ketika masih berkuasa dulu.Namun sumber itu juga menyebutkan niat Tutut, demikian Hardiyanti biasa dipanggil, tidak terlaksana. Pihak Kraton Surakarta menolak menerima pusaka tersebut. Benarkah? Masih perlu ditelusuri lagi, karena pihak Kraton mengaku tidak pernah menerima kedatangan Tutut dalam beberapa pekan terakhir untuk kepentingan tersebut.Seperti diketahui hingga saat ini di Kraton Surakarta terdapat dua putera PB XII yang mengangkat diri sebagai raja menggantikan ayahnya. Pertama adalah KGPH Hangabehi, yang mengangkat diri sebagai PB XIII. Ia tetap berada di dalam komplek Kraton Surakarta.Sedangkan kedua, KGPH Tedjowulan juga mengangkat di sebagai PB XIII dengan dukungan para kerabat dan sebagian besar putra PB XII, namun dia ‘bertahta’ di luar kraton, tepatnya di kediaman keluarga Mooryati Soedibyo di Badran Solo.Jika Tutut hendak mengembalikan pusaka kraton, nalarnya dia akan datang ke komplek Kraton Surakarta di Baluwarti, Solo, tanpa mempertimbangkan PB XIII yang mana yang berada di dalam kraton. Namun GPH Puger, adik seibu Hangabehi, mengaku tidak tahu-menahu adanya kedatangan Tutut ke kraton tersebut dalam beberapa pekan terakhir.Padahal, menurut pengakuan Puger, setiap ada tamu penting yang datang ke kraton dia selalu diminta untuk ikut menyambut. Apalagi jika kedatangan tamu itu berkaitan dengan aspek spiritual. Wajar saja karena Puger selama ini memang dikenal mendalami dunia tersebut. Dia pulalah yang dulu mencarikan ‘hari baik’ untuk penobatan kakaknya.“Saya tidak tahu kalau pengembalian itu dilakukan secara personal kepada seseorang yang mengatasnamakan kraton atau justru Mbak Tutut salah jalan dengan mengembalikannya kepada orang yang salah,” ujar Puger.Yang dimaksud Puger pengembalian kepada personal adalah pembicaraan itu dilakukan di luar kraton antara Tutut dengan seorang keluarga yang memiliki kewenangan membicarakan hal-ikhwal kraton. Kalau memang hal itu terjadi, biasanya orang tersebut akan langsung dilaporkan ke kraton secara resmi. Dan menurut Puger, hingga saat ini hal itu juga tidak terjadi.Sedangkan yang disebutnya sebagai salah jalan adalah pengembalian itu dilakukan kepada pihak Tedjowulan. Puger yang berseberangan, menyebut kubu Tedjo sebagai pihak yang tidak berwenang lagi mengaku-aku sebagai pengelola kraton.Namun dugaan Puger itu ternyata juga dibantah oleh pihak GPH Suryo Wicaksono, putra PB XII yang berpihak kepada Tedjowulan. Gusti Nenok, demikian dia akrab disapa, bahkan terkejut mendengar adanya kabar tersebut. “Tidak ada pengembalian pusaka kepada kami. Saya selalu menyertai Sinuhun (PB XIII Tedjowulan) di setiap acaranya,” paparnya.Gusti Nenok mengungkapkan, tanggal 28 Mei lalu ikut mendampingi Tedjowulan menjenguk Soeharto yang terbaring sakit di RSPP. Saat itu, mereka diterima Mbak Titik dan Mbak Tutut. “Namun keduanya tidak membicarakan hal tersebut (pengembalian pusaka) kepada kami,” paparnya.Sama dengan Puspo dan Puger, Nenok membenarkan ada sejumlah pusaka Kraton Surakarta yang dipinjam Soeharto pada awal-awal dia berkuasa. Nenok juga menyebut perantara peminjaman adalah Soedjono Hoemardani.Pusaka yang dipinjam itu, menurut Nenok, adalah beberapa pusaka berupa panji-panji dan umbul-umbul peninggalan masa Majapahit, wayang, gamelan. Pusaka itu kata Nenok telah dikembalikan setelah Pak Harto lengser. Ia tidak tahu bila masih ada keris atau tombak yang belum dikembalikan.Keterangan dari Nenok ini dibantah oleh KGPH Puspo Hadikusumo. Putra ketiga PB XII ini termasuk 10 orang dari 35 putra-putri PB XII yang mendapat kepercayaan memelihara pusaka kraton. Saat itu dia dipercaya bersama KGPH Hangabehi (putra pertama PB XII) dan KGPH Hadi Prabowo (putra kedua).Menurut pria yang tidak mau terlibat konflik suksesi Raja Solo, yang meminjam pusaka wayang dan gamelan adalah Presiden Soekarno. Yang dipinjam saat itu adalah seperangkat wayang pusaka kraton yang bernama Kiai Kadung dan saat ini sudah dikembalikan.Mengenai pusaka yang dipinjam Soeharto, Nenok enggan menjelaskan apakah pusaka itu saat ini telah dikembalikan ke kraton. Namun dia berharap, jika memang ada inisiatif dari keluarga Cendana untuk mengembalikan pusaka, sebaiknya pihak kraton mau menerimanya. (detikcom/g)

No comments: