Deposito Gereja Mau Kemana?
From: "Endra Raksa"
Sumber: Terang Dunia
Minggu malam 4 Februari yang lalu saya berkesempatan menghadiri resepsi
pernikahan keluarga konglomerat di sebuah hotel. Mempelai wanita adalah
puteri seorang konglomerat, mempelai pria adalah putera teman saya. Keluarga
mempelai pria adalah keluarga Katholik yang taat, sedangkan keluarga mempelai
puteri masih beragama Buddha, namun puterinya sudah menjadi seorang Kristen.
Yang menarik, di dalam resepsi itu diumumkan bahwa semua ang pao atau
bingkisan uang bagi kedua mempelai akan disumbangkan seluruhnya kepada
Yayasan Buddha Tzu Chi. Pada kesempatan itu Bapak Franky Widjaya mewakili
kedua mempelai menyerahkan bingkisan uang secara simbolik kepada Yayasan
melalui Bapak Sugianto Kusuma (salah seorang pemilik group Artha Graha).
Bingkisan uang yang diserahkan tentunya bukan jumlah uang yang sedikit.
Siapakah tokoh di balik Buddha Tzu Chi ini? Setelah saya selidiki yayasan
ini didirikan oleh Bhiksuni Chen Yen di Taiwan 30 tahun yang lalu. Karya
nyata yayasan ini adalah di bidang amal, pengobatan, pendidikan, dan
kebudayaan. Karya pengabdian masyarakatnya telah mendapatkan penghargaan
Ramon Magsaysay dan sangat dipuji-puji mantan Presiden Taiwan Lee Teng Hui.
Mengapa saya membahas pelayanan orang-orang Buddha ini? Banyak orang menilai
pelayanan yayasan Tzu Chi ini sangat menonjol, didukung para konglomerat dan
memberkati banyak orang. Mereka membangun rumah sakit, universitas, dan
pelayanan sosial di daerah-daerah bencana.
Bandingkan dengan pelayanan kemanusiaan yang dilakukan oleh gereja saat ini
yang tersebar secara sporadis menurut bendera gereja masing-masing, tanpa
ada kesatuan hati. Dalam buku Mukjizat Kehidupan disebutkan bahwa kesatuan
hati tidak mungkin terjadi sampai gereja yang satu berkata kepada gereja yang
lain : "masalahmu adalah masalahku, ayo kita atasi bersama!"
Saat ini kesatuan hati hanya di bibir saja, lip service belaka, tak heran
mukjizat
kehidupan tidak dialami bangsa ini secara korporat. Tuhan mengikatkan diri-Nya
kepada firman ini: "Aku akan memerintahkan berkat-mukjizat- belas kasihan
kepada anak-anak-Ku yang hidup rukun." Selama kerukunan dan kesatuan hati belum
ada, berkat Bapa hanya secara sporadis diberikan.
Seorang tamu yang duduk satu meja dengan saya pada resepsi pernikahan
itu menyatakan bahwa karya kemanusiaan orang-orang Buddha ini patut diacungi
jempol. Mereka sangat memperhatikan orang miskin dan yang menderita. Yayasan
Tzu Chi ini konon mengumpulkan sumbangan barang bekas apapun secara rutin
dari setiap orang yang tergerak untuk mereka olah dan salurkan kepada
orang-orang yang membutuhkan, disamping bantuan besar dari kelompok konglomerat.
Sementara itu banyak kekayaan kerajaan Allah disimpan dalam bentuk deposito
di bank-bank, untuk dipakai membangun gedung-gedung pertemuan yang
megah-megah. Seharusnya gereja dapat lebih banyak memberkati dibandingkan
yayasan lain di muka bumi ini. Sayangnya banyak bendahara kerajaan Allah
menganggap uang yang ada di gereja adalah milik kelompoknya, milik gerejanya,
atau lebih celaka lagi kalau dianggap milik seorang hamba Tuhan itu sendiri.
Pada saat bencana banjir di Jakarta ini berlangsung, diantara kita mungkin
banyak yang bersyukur karena dirinya dan keluarganya tidak terkena imbas
banjir. Bersyukur itu sah sah saja, namun apakah hanya berhenti sampai di
situ saja? Pada saat bencana banjir seperti ini kita diingatkan lagi, apapun
yang kita lakukan kepada setiap orang yang menderita kelaparan, kehausan,
ketelanjangan, kesakitan, dan terkurung banjir, kita telah melakukannya untuk
Dia.
Pengakuan Preman Yang Bertemu Tuhan (Harun Sapto)
10 years ago
No comments:
Post a Comment